HOT NEWS

Minggu, 18 September 2016

China Tuding Jepang dan Amerika Serikat Perkeruh Konflik LCS

Kantor berita China, Xinhua, dalam editorialnya menyatakan pemerintah Xi Jinping telah melemparkan ancaman langsung kepada Jepang. China menganggap Jepang telah melewati batas dengan ikut berpartisipasi dalam latihan angkatan laut di Laut China Selatan (LCS) atas dasar Kebebasan Navigasi yang digagas Amerika Serikat (AS).

China Tuding Jepang dan Amerika Serikat Perkeruh Konflik LCS

Xinhua menilai, Jepang memiliki "motif tersembunyi" untuk ikut intervensi di LCS termasuk dengan mencoba bergabung dengan AS. Jepang juga berusaha mengumpulkan pengaruh terhadap sengketa teritorial yang dihadapinya dengan China atas Kepulauan Senkaku (Diaoyu).

"Sebagai penjaga ketertiban maritim di LCS adalah tugas bersama dari negara-negara pesisir di kawasan itu, kepentingan besar orang luar seperti Jepang dalam mengikuti jejak AS hampir tidak dapat dibenarkan. Apakah Jepang benar-benar mencari perdamaian dan keamanan regional atau hanya memancing di perairan sengketa dengan meningkatkan kehadiran militer di LCS adalah bukan pertanyaan yang sulit untuk dijawab," begitu tulisan editorial tersebut seperti dikutip dari Sputniknews, Senin (19/9/2016).


Xinhua menyatakan bahwa ketertarikan Jepang untuk ikut intervensi di LCS adalah untuk menggunakannya sebagai tawar menawar dengan China dalam sengketa Kepulauan Senkaku (Diaoyu) di Laut Cina Timur.

"Dalam masalah ini, Jepang telah meninggalkan batu yang tidak bisa berputar untuk mengaduk air dengan menyebabkan ketegangan, misalnya, rencana Jepang baru-baru ini dengan menjual murah senjata ke India dengan imbalan suara untuk melawan China," tulis Xinhua.

Editorial ini muncul untuk menanggapi pengumuman Menteri Pertahanan Jepang, Tomomi Inada bahwa Jepang akan memperluas kehadirannya di LCS. Ia juga mengatakan Jepang akan terlibat dalam latihan kapal perang bersama dengan Angkatan Laut AS dan latihan bilateral dan multilateral dengan angkatan laut regional. (SindoNews)

ISIS Tembak Jatuh Pesawat Tempur Suriah

Sebuah jet militer Suriah ditembak jatuh selama misi tempur melawan Negara Islam (ISIS) dekat kota Suriah timur Deir al-Zor. Kabar itu dilaporkan kantor berita negara Suriah, SANA, mengutip sumber militer. Menurut sumber tersebut, kemungkinan pilot pesawat tewas dalam insiden tersebut.

ISIS Tembak Jatuh Pesawat Tempur Suriah

Angkatan Udara Suriah tengah melakukan "serangan udara terkonsentrasi" pada posisi ISIS di lingkungan Deir al-Zor yaitu Gunung al-Tharda, al-Orfi dan al-Kanamat.

Dikutip dari Russia Today, Minggu (18/9/2016), ISIS dilaporkan mengaku bertanggung jawab telah menembak pesawat tersebut. Pernyataan itu dimuat dalam akun media sosial yang berafiliasi dengan kelompok teroris itu.

Insiden itu terjadi hanya sehari setelah 62 tentara Suriah tewas dan 100 lainnya cedera di luar Deir al-Zor dalam serangan udara koalisi pimpinan AS. Kantor berita Suriah SANA melaporkan ISIS lantas melancarkan serangan tak lama setelah posisi tentara Suriah diserang dari udara.

AS mengatakan bahwa serangan itu "tidak disengaja", sementara Rusia mengatakan bahwa tindakan pasukan AS berada diantara antara kelalaian dan bantuan langsung kepada ISIS. (SindoNews)

Serangan Bom Bunuh Diri Tewaskan Jenderal Somalia

Sebuah bom mobil bunuh diri menewaskan seorang jenderal militer Somalia dan lima pengawalnya. Kepolisian Somalia mengatakan peristiwa itu terjadi di ibukota Mogadishu.

"Jenderal Mohamed Roble Jimale Gobanle dan pengawalnya tewas ketika seorang pembom bunuh diri meledakkan sebuah kendaraan bermuatan bahan peledak di samping mobilnya di dekat kompleks kementerian pertahanan Somalia," kata kapten polisi Ali Nur.


Jenderal Gobanle adalah komandan tentara Brigade ke-3 Somalia, divisi tempur melawan ekstrimis Islam al-Shabab di Somalia selatan seperti dikutip dari laman Belfast Telegraph, Senin (19/9/2016).

Kelompok militan al-Shabaab mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Pernyataan itu dipublikasikan stasiun radio milik kelompok Andalus.

Al-Shabab, yang bersekutu dengan al Qaida, telah melakukan pemberontakan mematikan di sebagian besar Somalia dan sering menggunakan serangan bom mobil bunuh diri. Kelompok ini berupaya untuk membangun negara Islam berdasarkan hukum Syariah.

Pemerintah Somalia sedang berjuang untuk membangun kembali negaranya setelah lebih dari dua dekade dilanda konflik. Al Shabaab sempat menguasai sebagian besar Somalia sampai 2011, ketika diusir dari Mogadishu oleh Uni Afrika dan pasukan Somalia. (SindoNews)

Kamis, 08 September 2016

Bodyguard Cantik Mematikan di KTT G-20 Jadi Sorotan Publik Dunia

Shu Xin nama bodyguard tercantik yang muncul di KTT G-20 di Hangzhou, China. Wanita yang diduga bekerja untuk Tentara Pembebasan Rakyat China ini mendadak jadi terkenal setelah foto-fotonya muncul di berbagai media dunia.

Menurut media China, People's Daily Online, Kamis (8/9/2016), Shu Xin berasal dari Kota Guiyang, China selatan. Dia lahir tahun 1990-an. Tak banyak informasi yang bisa diketahui dari bodyguard tercantik di KTT G-20 tersebut.


Bodyguard Cantik Mematikan di KTT G-20 Jadi Sorotan Publik Dunia

Shu Xin jadi perhatian publik dunia, setelah fotonya muncul dalam media China dengan artikel berjudul “Siapa bodyguard paling kuat bagi para pemimpin di G-20?”.

Selama KTT G-20 berlangsung, Shu Xin pernah tertangkap kamera menjaga sebuah mobil yang digunakan oleh Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi.


Perempuan cantik ini sejatinya bukan untuk pertama kalinya jadi ulasan media. Pada 2013, dia berada di antara 10 tentara paling cantik di China.

Dia juga pernah tampil dalam sebuah kontes menyanyi di Yancheng. Selama KTT G-20 berlangsung, sosok Shu Xin jadi bahan obrolan para pengguna media sosial Weibo.



Salah satu pengguna Weibo menulis; “Dia benar-benar cantik! Dia tampak hebat bahkan tanpa make up”.

“Nikahilah dia. Dia akan memastikan Anda berada di rumah dengan selamat di malam hari,” tulis pengguna Weibo lainnya. (SindoNews)

China Sambut Dukungan Putin dalam Konflik Laut China Selatan

Presiden Rusia Vladimir Putin mendukung China dengan menolak campur tangan pihak ketiga termasuk pengadilan arbitrase dalam konflik sengketa wilayah Laut China Selatan. Dukungan Putin ini disambut China.

”Kami berdiri dalam solidaritas dan dukungan dari sisi China tentang masalah ini, tidak mengakui keputusan pengadilan (arbitrase). Ini bukan posisi politik, tetapi murni hukum,” kata Putin seperti dikutip dari Sputnik, Jumat (9/9/2016).


China Sambut Dukungan Putin dalam Konflik Laut China Selatan

China telah menolak putusan pengadilan arbitrase yang digelar di Den Haag Belanda yang tidak mengakui klaim Bejing atas wilayah Laut China Selatan. Beijing mempertanyakan legalitas pengadilan.

Kawasan Laut China Selatan hampir seluruhnya diklaim oleh China. Namun, Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Brunei juga memiliki klaim di wilayah tersebut yang saling tumpang tindih.


Amerika Serikat dan India telah menyerukan kebebasan bernavigasi di perairan internasional Laut China Selatan yang membuat China tidak nyaman.

Dukungan Putin itu disambut baik oleh China. “China menghargai posisi Presiden Putin pada isu Laut China Selatan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Hua Chunying.

”Posisi Presiden Putin menunjukkan Rusia untuk bersikap objektif dan adil, dan mewakili suara keadilan dari masyarakat internasional,” ujar Hua.

Dia mengatakan bahwa China juga menentang setiap upaya oleh pasukan luar kawasan untuk memanipulasi masalah atau menimbulkan masalah. Pasukan laur kawasan yang dimaksud Hua adalah militer Amerika Serikat yang menyebut putusan pengadialan arbitrase  mengikat. (SindoNews)

Rabu, 07 September 2016

Rusia Siapkan Balasan Atas Perluasan Sangsi AS

Kremlin mengeluarkan peringatan untuk membalas tindakan Amerika Serikat (AS) yang telah memperluas sanksi terhadap Rusia. Menurut Kremlin, dampak sensitif dari tindakan AS itu sudah dibahas antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden AS Barack Obama di sela-sela KTT G-20 di China.

Rusia Siapkan Balasan Atas Perluasan Sangsi AS

Departemen Keuangan AS sebelumnya telah memperluas daftar sanksi dengan target perusahaan-perusahaan Rusia yang mendukung dan terlibat pembangunan “Jembatan Putin”, sebuah jembatan penghubung Rusia dan Crimea.

“Ekspansi (sanksi) masuk perselisihan serius dengan isu kerjasama di wilayah sensitif, yang kedua presiden sudah bahas pada pertemuan mereka,” kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada wartawan, seperti dikutip Russia Today, semalam (7/9/2016).


Mengomentari ekspansi sanksi terbaru dari AS, Peskov mengatakan bahwa Rusia akan merespons secara sesuai.

”Sejauh sanksi pergi, kita mendasarkan kebijakan kami pada prinsip timbal balik,” katanya. ”Kami akan menganalisis daftar baru,” lanjut Peskov mengacu pada daftar yang jadi target ekspansi sanksi AS.

”Kami hanya bisa mengungkapkan penyesalan bahwa pertemuan kedua presiden dijebak oleh ekspansi tambahan seperti sanksi,” lanjut Peskov.

Washington yang mendukung kudeta Kiev telah menuduh Moskow menganeksasi Crimea yang sebelumnya menjadi bagian dari Ukraina.

Crimea memisahkan diri melalui referendum tahun 2014 setelah krisis Ukraina. Tak lama kemudian, Crimea menyatakan bergabung dengan Rusia dan disambut oleh Presiden Putin. (SindoNews)

Jet Tempur Rusia Cegat Pesawat Mata-mata AS dalam Jarak 3 Meter

Sebuah pesawat jet tempur Rusia melakukan manuver pencegatan “tidak aman dan tidak professional” terhadap pesawat mata-mata Amerika Serikat yang patroli rutin di atas Laut Hitam. Jet tempur Rusia itu bermanuver dalam jarak 10 kaki atau sekitar 3,05 meter di depan pesawat pengintai AS.

Insiden itu diungkap dua pejabat Pentagon AS kepada Reuters. Insiden terjadi pada saat ketegangan antara AS dan Rusia meningkat dalam berbagai masalah, termasuk krisis Suriah.


Jet Tempur Rusia Cegat Pesawat Mata-mata AS dalam Jarak 3 Meter

Seorang pejabat Pentagon, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan bahwa insiden tersebut berlangsung sekitar 19 menit, di mana pesawat jet tempur Su-27 Rusia muncul dalam jarak 10 kaki di depan pesawat mata-mata P-8 AS.

”Mereka di sana selama 12 jam dan ada banyak interaksi. Tapi hanya salah satu dari insiden apa yang disebut pilot bertindak tidak aman,” kata pejabat Pentagon lain yang tidak berwenang berbicara kepada media, yang dikutip Kamis (8/9/2016).


Masih menurut pejabat tersebut, insiden itu sedang ditinjau untuk menentukan apakah akan dimasukkan dalam pembicaraan tahunan pejabat AS dan Rusia tentang pencegatan pesawat. Pemerintah maupun militer Rusia belum merespons laporan dari pejabat Pentagon tersebut.

Ada sejumlah insiden serupa yang melibatkan Rusia dan AS pada tahun ini. Pada bulan April, dua pesawat tempur Rusia melakukan simulasi serangan di dekat kapal perang AS di Laut Baltik.

Peristiwa ini mengingatkan pada Perang Dingin, ketika serangkaian kontak menyebabkan perjanjian bilateral yang bertujuan untuk menghindari interaksi berbahaya di laut. Perjanjian itu diteken pada tahun 1972 oleh Komandan Angkatan Laut AS John Warner dan Komandan Angkatan Laut Soviet Admiral Gorshkov Sergei.

Penjelasan Kemntrian Pertahanan Rusia

Kementerian Pertahanan Rusia mengungkap alasan pesawat jet tempur Su-27  mencegat pesawat mata-mata P-8 AS yang oleh pejabat Pentagon dilakukan dalam jarak tiga meter di atas Laut Hitam. Menurut kementerian itu, pesawat mata-mata AS sudah dua kali mencoba mendekati perbatasan Rusia.

Aksi pesawat pengintai P-8 itu dilakukan dengan kondisi transponder dimatikan. Kondisi itu yang membuat militer Rusia bertindak.

”Pada tanggal 7 September, pesawat pengintai AS, Poseidon P-8 mencoba mendekati perbatasan Rusia dua kali dengan transponder mereka mati,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Mayor Jenderal Igor Konashenkov, dalam sebuah pernyataan yang dikutip Russia Today, Kamis (8/9/2016).

“Jet tempur Su-27 mencegat pesawat AS sesuai dengan aturan ketat penerbangan internasional,” lanjut pernyataan Konashenkov.

Seorang atase pertahanan AS telah dipanggil oleh Kementerian Pertahanan Rusia setelah insiden di Laut Hitam di dekat perbatasan timur Rusia, di mana sebuah pesawat mata-mata AS terdeteksi terbang terlalu dekat dengan perbatasan Rusia.

Sebelumnya diberitakan bahwa dua pejabat Pentagon menuduh jet tempur Rusia melakukan manuver pencegatan "tidak aman dan tidak profesional" terhadap sebuah pesawat mata-mata AS yang melakukan patroli rutin di Laut Hitam.

Mereka mengatakan bahwa jet tempur Su-27 Rusia muncul di depan pesawat P-8 AS dalam jarak 10 kaki atau 3,05 meter meter selama sekitar 19 menit. (SindoNews)

Angkatan Laut Inggris Uji Coba Speedboat Mata-mata Tanpa Awak

Angkatan laut (AL) kerajaan Inggris tengah menjelajahi perang maritim di masa depan. Mereka tengah menguji sebuah speedboat nirawak di Sungai Thames. Perahu yang mempunyai tugas pengawasan dan pengintaian itu mempunyai panjang 34 kaki dan dapat melacak target dengan kecepatan 60 mph.

Angkatan Laut Inggris Uji Coba Speedboat Mata-mata Tanpa Awak


Perahu tak bersenjata yang diberi nama Maritime Autonomy Surface Testbed (MAST) ini adalah salah satu dari 40 ptototype yang dimiliki AL Inggris. Perahu ini akan diuji dalam latihan Unmanned Warrior pada bulan Oktober mendatang di lepas pantai utara Skotlandia. MAST adalah generasi terbaru perahu yang dilengkapi sensor untuk pemandu dan misi mata-mata dikutip dari Sputniknews, Rabu (7/9/2016).

Menurut AL Inggris, MAST dapat dikendarai manusia atau dioperasikan jarak jauh atau otomatis berkat teknologi deteksi penginderaan. "Ini adalah kesempatan untuk mengambil lompatan besar dalam sistem maritim," kata Peter Pipkin, perwira AL Inggris


"Bukan mengambil alih tugas manusia tetapi untuk meningkatkan segala sesuatu yang mereka lakukan, untuk memperluas jangkauan kami, penglihatan kami, rentang waktu, dan efisiensi dengan menggunakan robot cerdas dan dapat dikendalikan di laut," sambungnya.

MAST dibuat berdasarkan lambung kapal selam Bladerunner dan dibangun untuk Departemen Pertahanan. Perahu drone ini mempunyai tekonologi yang masih dirahasiakan. Menurut Direktur Ilmu Militer di Royal United Services Institute, perahu generasi terbaru itu dibangun untuk menjalankan tugas yang "kusam, kotor, dan berbahaya", tetapi juga digunakan untuk melindungi kapal perang dari speedboat musuh.

Quintana mengklaim ada sejumlah keraguan dari pemimpin militer untuk mempersenjatai MAST. "Penggunaan sistem tak berawak untuk memberikan kekuatan mematikan masih sangat kontroversial. Ini menghadapi segala macam tantangan hukum, jadi saya pikir akan jalan yang cukup sulit," tutur Quintana. (Sindo)